
Direktorat
Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) akan melakukan sinkronisasi pendidikan SMK dengan jenjang
Diploma Dua (D2). Program ini memungkinkan siswa SMK bersekolah bahkan
selama 4,5 tahun sehingga bisa mendapatkan gelar D2 setelah lulus.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto mengatakan, gagasan
tersebut mempertimbangkan pola pendidikan vokasi di Jepang. Bahkan,
ketika menempuh pendidikan di jenjang vokasi, siswa dapat menempuh
pendidikan hingga jenjang S2 terapan di luar negeri. “Jadi SMK
dinikahkan massal dengan D2. Seperti SMK di Jepang, SMK lima tahun,”
ucap Wikan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Meski begitu, program ini tidak
memperpanjang masa studi di SMK hingga lima tahun. Wikan mengatakan,
siswa dapat memilih apabila lebih cocok ke hands on, praktikal, tapi
tetap ada teorinya bisa masuk SMK bisa sampai ke D4 atau bisa sampai ke
S2 terapan di Jerman atau di Taiwan dan sebagainya.
Wikan menuturkan, selain untuk menyelaraskan pendidikan jenjang SMK
dengan D2, program ini juga bertujuan untuk meningkatkan soft skill dari
lulusan SMK. Kemendikbud berkomitmen melakukan link and match antara
pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri.
Wikan menyebut ada lima syarat minimal agar link and match antara
pendidikan vokasi dan dunia industri dapat terjadi. Ia menjabarkan,
syarat pertama terciptanya link and match antara vokasi dengan dunia
industri adalah pembuatan kurikulum bersama. Di mana kurikulum tersebut
harus disinkronisasi setiap tahun dengan industri. “Harus disetujui,”
katanya.
Kedua, pihak industri wajib memberikan guru atau dosen tamu. Minimal
pengajaran dari dosen dan guru tamu ini dilakukan minimal 50 jam per
semester. Syarat ketiga, pemberian magang kepada siswa SMK dan mahasiswa
vokasi dari industri yang dirancang bersama. Wikan mengatakan, pihaknya
mewajibkan magang minimal satu semester. “Jangan sampai tiba-tiba
industri cuma disodori magang suruh terima saja, tidak dari awal sudah
dirancang (bersama),” ucap Wikan.
Kemudian syarat keempat adalah sertifikasi kompetensi. Menurut Wikan,
kompetensi merupakan hal yang sangat penting untuk lulusan vokasi.
Sertifikat dibutuhkan untuk menunjukan level kompetensi lulusan vokasi.
Syarat yang kelima adalah komitmen menyerap lulusan sekolah vokasi oleh
industri. “Paket link and match hingga level menikah yang kami rancang
yaitu mengembangkan teaching factory. Jadi teaching industry masuk ke
dalam kurikulum,” tutup Wikan.
Wikan menegaskan, link and match antara pendidikan vokasi dan industri
tidak hanya sekadar tanda tangan MoU, foto-foto kemudian masuk koran. Ia
menganalogikan pada hubungan dua orang yang sedang berpacaran dan
sampai pada jenjang menikah. Dengan konsep lima syarat tersebut. Wikan
menargetkan 80 persen lulusan pendidikan vokasi dapat terserap ke dunia
industri. Sedangkan 20 persen lainnya bisa berbisnis atau ke pekerjaan
lain. “Sekarang ada 90 persen ada, 70 persen ada,” ujarnya.
Wikan mengungkapkan, saat ini terdapat stigma bahwa lulusan sekolah
vokasi bakal menjadi pengangguran. Dirinya mengatakan anggapan ini dapat
terbantahkan dengan peningkatan kompetensi siswa SMK melalui link and
match antara pendidikan vokasi dengan dunia industri. “Kompeten artinya
lulusan itu sudah berani bilang aku bisa apa, bukannya ini ijazahku.
Kalau dia bilang ini ijazahku, itu artinya dia (hanya) bilang aku sudah
belajar apa,” katanya. Oleh karena itu, melalui link and match ini,
Wikan berharap lulusan SMK akan memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh
industri.
Sumber: https://www.nusabali.com/berita/81301/smk-akan-disinkronisasi-dengan-jenjang-d2
No Comment
You can post first response comment.